Selasa, 25 November 2008

Tafsir QS Ath-Thur 22-49

"Dan orang-orang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka, dan Kami tidak mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. Dan Kami beri mereka tambahan dengan buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka inginkan. Di dalam Surga mereka saling memperebutkan piala (gelas) yang isinya tidak (menimbulkan) kata-kata yang tidak berfaedah dan tidak pula perbeuatan dosa. Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu seperti mutiara yang tersimpan. Dan sebagian mereka menghadap kepada sebagian yang lain saling bertanya. Mereka berkata 'sesungguhnya kami dahulu sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diadzab).' Maka Allah memberi karunia kepada kami dan memelihara kami dari adzab neraka. Sesungguhnya kami dahulu beribadah kepada-Nya. Sesungguhnya Dia-lah yang menimpakan kebaikan lagi Maha Penyayang."
Allah SWT memberikan tentang karunia, kemurahan, anugerah dan kelembutan-Nya kepada semua makhluk-Nya, serta kebaikan-Nya, bahwa jika orang-orang mukmin diikuti oleh keturunan mereka, maka mereka akan dipertemukan dengan nenek moyang mereka di suatu tempat, meskipun amal perbuatan mereka tidak sampai pada amal perbuatan nenek moyang mereka, agar nenek moyang mereka itu merasa senang dengan kehadiran anak-anaknya di sisi mereka, di tempat kediaman mereka. Mereka dikumpulkan dengan cara yang paling baik, yakni orang yang mempunyai amal yang kurang, akan ditinggikan derajatnya melalui orang yang amalnya sudah sempurna dan hal itu sama sekali tidak menjadikan amalannya berkurang dan kedudukannya menurun sehingga terjadi kesamaan antara orang ini dengan orang yang tinggi derajatnya itu. Oleh karena itu Allah Ta'ala berfirman "Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tidak mengurangi sedikit pun dari pahala mereka."

Ats-tsauri menceritakan dari 'Amr bin Murrah dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, ia berkata: "Bahwa Allah akan meninggikan derajat keturunan orang Mukmin pada derajatnya meskipun mereka berada dibawahnya dalam amal perbuatan, hal itu agar ia merasa senang dengan kehadiran mereka. Dan kemudian ia membacakan: "Orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tidak mengurangi sedikit pun dari pahala mereka."
Demikian yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dari hadits Sufyan ats-Tsauri. Hal senada juga diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari hadits Syu'bah dari 'Amr bin Murrah. Dan mengenai firman Allah Ta'ala: "Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka." Ibnu Abi Hatim menceritakan dari Ibnu Abbas, ia berkata: "Mereka adalah keturunan Mukmin yang meninggal dunia dalam keadaan beriman. Meskipun tempat tinggal orang tua mereka lebih tinggi daripada tempat tinggal mereka, namun mereka dipertemukan dengan orang tua mereka tanpa mengurangi sedikit pun amal perbuatan mereka." Demikian pula yang dikemukakan oleh asy-Sya'bi, Sa'id bin Jubair, Ibrahim an-Nakha'i, Qatadah, Abu Shalih, ar-Rabi' bin Anas, ash-Dhahak dan Ibnu Zaid. Dan itu pula yang menjadi pilihan Ibnu Jarir.
Demikian karunia Allah SWT yang diberikan kepada anak keturunan karena berkah amal perbuatan orang tua mereka. sedangkan karunia-Nya diberikan kepada orang tua disebabkan oleh berkah do'a anak keturunan mereka. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata "Rasulullah saw bersabda 'Sesungguhnya Allah akan meninggikan derajat bagi seorang hamba yang shalih di Surga, lalu ia berkata 'Wahai Rabb-ku darimana aku mendapatkan ini?' Maka Allah menjawab 'Dengan istighfar (permohonan ampun) anakmu untukmu.'"(HR. Ahmad)
Sanad hadis ini shahih dan para perawi tidak meriwayatkannya dari sisi ini. Tetapi ia mempunyai syahid (hadis-hadis) dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah, dari Rasulullah saw bersabda: "Jika anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga hal, yaitu shadaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo'akannya."
Dan firman Allah Ta'ala "Tiap-tiap manusia terikat dengan yang apa dikerjakannya." Setelah Allah menceritakan tentang kedudukan karunia, yaitu pengangkatan derajat anak keturunan ke derajat orang tua mereka tanpa melalui amal perbuatan yang dapat menghantarkan mereka ke tingkat itu, lalu Dia memberitahukan tentang kedudukan keadilan, dimana Dia tidak akan menimpakan siksaan kepada seorang pun atas dosa dan kesalahan orang lain. Dia berfirman "Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya." Maksudnya, ia bergantung pada amal perbuatannya, dan tidak akan dibebani oleh dosa orang lain, baik itu bapak maupun anak.
dan firman-Nya lebih lanjut "Dan Kami beri mereka tambahan dengan buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka inginkan." Maksudnya, Kami berikan pula sebagai tambahan berupa buah-buahan dan daging dari berbagai macam binatang yang menjadikan orang berselera dan menarik hati.
Firman Allah Ta'ala "Di dalam Surga mereka saling memperebutkan gelas". Di dalam surga itu mereka saling memperebutkan gelas yang berisi khamr. Demikian yang dikatakan oleh adh-Dhahak. "Yang isinya tidak (menimbulkan) kata-kata yang tidak berfaedah dan tidak pula perbuatan dosa." Maksudnya, di dalam surga itu mereka tidak berkata-kata dengan perkataan orang yang lalai dan tidak pula mengerjakan perbuatan keji, sebagaimana yang dilakukan oleh para peminum khamr di dunia. Ibnu 'Abbas mengungkapkan "Kata 'al-laghwu' berarti kebathilan, ssedangkan 'at-ta'tsiim' berarti kedustaan". Mujahid mengemukakan "Mereka tidak mencela dan tidak pula berbuat dosa." Sedangkan Qatadah mengemukakan "Perbuatan itu dilakukan di dunia bersama Syetan, lalu Allah membersihkan khamr akhirat dari berbagai kotoran dan penyakit khamr dunia, sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya. Dengan demikian, khamr tersebut telah bersih dari zat-zat yang memusingkan kepala dan menimbulkan sakit perut serta menghilangkan kesadaran akal secara total. Sealnjutnya Allah SWT memberitahukan bahwa Dia tidak akan membekali mereka dengan ucapan-ucapan yang hampa dari manfaat."
Dan firman Allah Ta'ala "Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka mutiara yang tersimpan." Hal itu dimaksudkan untuk memberitahukan tentang pelayan-pelayan dan pengiring-pengiring mereka di Surga seakan-akan mereka seperti mutiara yang halus dan tersimpan dalam keindahan, keelokan, serta kebersihan dan keindahan pakaian mereka.
Firman-Nya lebih lanjut : "Dan sebagian mereka menghadap kepada sebagian yang lain saling bertanya." Maksudnya, mereka saling berhadapan seraya berbincang-bincang dan bertanya-tanya tentang amal perbuatan dan keadaan mereka di dunia. Hal tersebut sama dengan apa yang diperbincangkan oleh para peminum khamr tentang berbagai hal yang dulu pernah mereka kerjakan. "Mereka berkata: 'Sesungguhnya kami dahulu sewaktu di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan adzab)." Maksudnya, ketika kami di dunia dan masih berada di tengah-tengah keluarga, kami benar-benar dalam keadaan takut dari Rabb kami dan juga dari adzab dan hukuman-Nya. "Maka Allah memberikan karunia kepada kami dari adzab Neraka." Maksudnya, Dia melindungi kami dari apa yang memang kami takuti.
"Sesungguhnya kami dahulu beribadah kepada-Nya." Yakni, berdoa kepada-Nya, maka Dia pun mengabulkan doa kami serta memberikan apa yang menjadi permintaan kami. "Sesungguhnya Dia lah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang."
Allah berfirman seraya memerintahkan Rasul-Nya untuk menyampaikan risalah-Nya kepada seluruh hamba-Nya serta mengingatkan mereka terhadap apa yang telah Dia turunkan kepadanya. Kemudian menghapuskan darinya apa yang dituduhkan oleh orang-orang yang berbuat dusta dan kebajikan, dimana Dia berfirman : "Maka tetaplah memberi peringatan, dan kamu disebabkan nikmat Rabb-mu bukanlah seorang tukang tenun dan bukan pula seorang gila." Maksudnya, segala puji syukur ke hadirat Ilahi Rabbi, aku bukanlah seorang dukun sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang bodoh dari kalangan orang-orang kafir Quraisy dan para dukun yang menerima berita dari jin melalui ucapan yang dia terima dari langit. "Dan bukanlah seorang gila." Yakni, orang yang dirasuki syaitan melalui sentuhan (gangguan)-nya.
Selanjutnya Allah berfirman mengingkari ucapan mereka tentang Rasulullah, "Bahkan mereka mengatakan: 'Dia adalah seorang penyair yang kita tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya'". Yakni, berbagai peristiwa yang terjadi dari waktu ke waktu. Kata 'Al-Manun' berarti kematian. Mereka berkata : "Kami menunggunya dan bersabar atasnya." Hingga datan kematian kepadanya dan beristirahat darinya dan kesibukannya. Allah Ta'ala berfirman "Katakanlah: 'Tunggulah, maka sesungguhnya aku pun termasuk orang yang menunggu bersamamu." Maksudnya, tunggulah, sesungguhnya aku akan menunggu kalian dan kalian akan mengetahui, menjadi milik siapa akhir (akibat) yang baik dan kemenangan di dunia dan akhirat.
Setelah itu Allah Ta'ala berfirman, "Apakah mereka diperintah oleh pikiran-pikiran mereka untuk mengucapkan tuduhan-tuduhan ini?" Maksudnya, apakah akal pikiran mereka untuk mengungkapkan kata-akta bathil, yang diri mereka mengetahui bahwa hal itu tidak lain hanya merupakan kedustaan dan dibuat-buat? "Ataukah mereka kaum yang melampaui batas". Maksudnya, (tetapi) mereka itu kaum yang melampaui batas, sesat, lagi membangkang. Dan inilah yang menjadikan mereka mengucapkan apa yang telah mereka katakan kepadamu.
Firman Allah Ta'ala: "Ataukah mereka mengatakan: 'Dia membuat-buatnya.'" Maksudnya, mereka membuat-buat (tuduhan) dan mereka-reka(nya) dari diri mereka sendiri. Dan yang mereka maksudkan adalah al-Quran.
Firman-Nya: "Sebenarnya mereka tidak beriman," Yakni, kekufuran merekalah yang telah mendorong mereka untuk mengatakan apa yang telah mereka ucapkan itu.
"Maka, hendaklah mendatangkan kalimat yang semisal al-Quran itu jika mereka orang-orang yang benar." Maksudnya, jika mereka benar dalam ucapan yang mereka katakan dan mereka buat-buat, maka hendaklah mereka mendatangkan seperti al-Quran yang dibawa oleh Muhammad saw. Seandainya mereka berkumpul dan ditambah lagi oleh seluruh penduduk bumi, baik dari kalangan jin dan manusia, niscaya mereka tidak akan dapat mendatangkan yang semisal dengannya atau sepuluh surat yang serupa dengan al-Quran, bahkan tidak dapat mendatangkan sesuatu yang serupa dengan satu surat al-Quran (pun).
Allah berfirman "Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun, ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?" Maksudnya, apakah mereka itu diadakan tanpa ada yang mengadakan? Ataukah mereka yang mengadakan diri mereka sendiri? sama sekali tidak demikian, tetapi Allah Ta'ala yang menciptakan dan mengadakan mereka setelah sebelumnya mereka sama sekali tidak disebut.
Al-Bukhari meriwayatkan dari Muhammad bin Jubair bin Muth'im, dari ayahnya ia berkata: "Aku pernah mendengar Nabi pernah membaca surat ath-Thur dalam shalat Maghrib, dan ketika sampai ayat ini:
"Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun, ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?
Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah disisi mereka ada perbendaharaan Rabb-mu, ataukah mereka yang berkuasa? maka hampir saja hatiku terbang."
Hadits tersebut dikeluarkan di dalam kitab ash-Shahihain melalui jalan az-Zuhri. Dan Jubair bin Muth'im itu menjumpai Nabi setelah peristiwa Badar pada saat penebusan tawanan perang. Pada saat itu, ia sebagai seorang musyrik. Penyimakkannya dari surat ini yang mendorongnya masuk Islam.
setelah itu Allah berfirman "Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan)." Maksudnya, apakah mereka ayng telah menciptakan langit dan bumi? Yang demikian itu merupakan bentuk penolakan terhadap mereka atas kemusyrikan yang telah mereka perbuat terhadap Allah, sedang mereka mengetahui bahwa Dia adalah Pencipta satu-satunya, yang tiada sekutu bagi-Nya. tetapi tidak adanya keyakinan merekalah yang membuat mereka seperti itu. "Ataukah disisi mereka ada perbendaharaan Rabb-mu, ataukah mereka yang berkuasa?". Maksudnya, apakah mereka yang telah mengendalikan kekuasaan dan (apakah) di tangan mereka kunci perbendaharaan?
"Ataukah mereka yang berkuasa?" Maksudnya, apakah mereka yang akan menghisab semua makhluk? Tidaklah demikan adanya, tetapi Allah sajalah sebagai Penguasa, Pengendali, sekaligus berbuat apa saja yang Dia kehendaki.
Dan firman Allah Ta'ala, "Ataukah mereka mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu (hal-hal yang ghaib)?" Maksudnya, tangga menuju ke Mala-ul A'la. "Maka, hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan suatu keterangan yang nyata." Maksudnya, hendaklah orang yang mendengarkan mereka mendatangkan hujjah/dalil yang jelas tentang kebenararan apa yang mereka adakan, baik dalam bentuk perbuatan maupun ucapan. Dengan kata lain, mereka tidak akan mendapatkan jalan menuju kepadanya. Mereka sama sekali tidak mempunyai bukti dan dalil. Selanjutnya, Allah Ta'ala berfirman seraya mengingkari mereka apa yang telah mereka nisbatkan kepada-Nya anak-anak perempuan dari para Malaikat yang telah mereka anggap sebagai anak perempuan, dan pemilihan anak-anak laki-laki untuk diri mereka sendiri, dimana jika diberitahukan kepada salah seorang di antara mereka, bahwa anaknya baru lahir adalah perempuan, maka wajahnya akan merah padam sedang ia benar-benar murka. Demikianlah mereka telah menjadikan para Malaikat itu sebagai anak perempuan Allah dan mereka menyembahnya beserta Allah. Dia berfirman, "Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untukmu anak-anak laki-laki? Firman-Nya itu merupakan kecaman keras sekaligus sebagai ancaman yang sangat serius. "Ataukah kamu meminta upah kepada mereka?", yakni upah atas penyampaian risalah Allah olehmu kepada
mereka. Dengan kata lain, kamu sama sekali tidak meminta hal itu kepada mereka. "Sehingga mereka dibebani dengan hutang?" Maksudnya, sehingga mereka benar-benar terbebani dan merasa kesusahan. "Apakah ada pada sisi mereka pengetahuan tentang yang ghaib lalu mereka menuliskannya?" Maksudnya, kenyataannya tidaklah demikian, karena sesungguhnya tidak ada seorang pun dari penghuni langit dan bumi yang mengetahui hal ghaib melainkan hanya Allah semata.
"Ataukah mereka berhak melakukan tipu daya? Maka orang-orang kafir itu, merekalah yang kena tipu daya." Allah berfirman, apakah dengan ucapan itu mengenai Rasul dan mengenai agama, mereka bermaksud melakukan tipu daya terhadap Rasul dan para Sahabatnya. Sesungguhnya akibat buruk dari itu akan kembali kepada mereka sendiri. Dengan demikian, orang-orang kafir itulah sebenarnya yang tertipu. "Ataukah mereka mempunyai ilah selain Allah. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan." Yang demikian itu merupakan bentuk penolakan keras terhadap orang-orang musyrik atas tindakan mereka menyembah berhala dan ilah-ilah bersama dengan Allah. Kemudian Allah mensucikan diri-Nya dari apa yang mereka katakan, ada-adakan dan mereka sekutukan, dimana Allah berfirman: "Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan."
Allah berfirman seraya menceritakan tentang orang-orang musyrik yang membangkang lagi menolak hal-hal yang nyata: "Jika mereka melihat sebagian dari langit gugur," menimpa mereka. Dengannya mereka diazab karena mereka tidak mempercayai dan tidak meyakininya, bahkan mereka berkata: "Itu adalah awan yang bertindih-tindih." Yakni, yang bertumpuk-tumpuk.
Allah Ta'ala berfirman "Maka biarkanlah mereka", maksudnya, biarkan saja mereka, hai Muhammad. "Sehingga mereka menemui hari (yang dijanjikan kepada) mereka yang pada hari itu mereka dibinasakan." Yaitu, hari Kiamat. "(Yaitu) hari ketika tidak berguna lagi bagi mereka sedikit pun tipu daya mereka." Maksudnya, tipu daya dan makar yang telah mereka lancarkan di dunia sama sekali tidak memberikan manfaat kepada mereka, dan tidak pula memberikan keuntungan pada hari kiamat kelak. "Dan mereka tidak ditolong."
Setelah itu, Allah berfirman "Dan sesungguhnya untuk orang-orang yang zhalim ada azab selain itu". Maksudnya, sebelum itu ketika di dunia. Sebagaimana firman-Nya: "Dan sesungguhnya Kami rasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum adzab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. As-Sajdah:21)
Oleh karena itu Allah berfirman: "Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui." Maksudnya, Kami menyiksa mereka di dunia dan di sana pula Kami menguji mereka dengan berbagai macam musibah, supaya mereka kembali ke jalan yang benar, tetapi mereka tidak memahami apa yang dikehendaki dari mereka itu, bahkan jika tampak kepada mereka apa yang mereka alami, mereka justru kembali kepada hal yang lebih buruk dari itu. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam beberapa hadits, diantaranya: "Sesungguhnya jika orang munafik itu sakit dan kemudian disembuhkan, maka perumpamaannya adalah seperti seekor unta yang tidak mengetahui untuk apa ia diikat dan untuk apa pula ia dilepas."
Dan firman Allah: "Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Rabb-mu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami." Maksudnya, bersabarlah atas gangguan mereka dan janganlah engkau hiraukan mereka, karena sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan dan perlindungan Kami. Dan Allah akan melindungimu dari perbuatan jahat manusia.
Firman-Nya lebih lanjut: "Dan bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu ketika kamu bangun berdiri." Adh-Dhahhak mengatakan: "Maksudnya, berangkat menunaikan sholat, yaitu membaca: "Maha Suci Engkau, Ya, Allah, segala puji hanya bagi-Mu, Maha Suci nama-Mu dan Maha Tinggi Kemuliaan-Mu, tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Engkau."

Hal yang sama juga diriwayatkan dari ar-Rabi' bin Anas dan 'Abdurrahman bin Zaid bin Aslam serta yang lainnya. Dan diriwayatkan pula oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya dari Umar, bahwasanya ia pernah mengucapkan hal tersebut pada permulaan awal shalat. Dan diriwayatkan pula oleh Ahmad dan juga penulis kitab sunan dari Abu Sa'id serta yang lainnya, dari Nabi saw, bahwanya beliau pernah mengucapkan hal tersebut.
Mengenai firman Allah Ta'ala "Dan bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu ketika kamu berdiri," Abul Jauza' mengatakan, "Yakni, bangun (tidur) dari tempat tidurmu." Hal itu pula yang menjadi pilihan Ibnu Jarir. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh apa yang diriwayatkan Imam Ahmad, dari Rasulullah saw beliau bersabda, "Barangsiapa terjaga dari tidur malam hari, kemudian ia mengucapkan, 'Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya. Kepunyaan-Nya kerajaan dan pujian. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, dan tidak Ilah yang berhak diibadahi selain Allah. Allah Maha Besar. Tidak ada daya dan upaya melainkan hanya milik Allah.' Dan setelah itu membaca, 'Ya Rabb-ku, ampunilah aku.'"
Atau Rasulullah bersabda, "Kemudian berdo'a" Maka akan dikabulkan baginya. Jika berkeinginan, hendaklah ia berwudhu, lalu mengerjakan shalat, maka shalatnya akan diterima."
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya dan juga para penulis kitab as-Sunan.
Mengenai firman-Nya, "Dan bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu ketika kamu bangun berdiri," Ibnu Abi Najih menceritakan dari Mujahid, ia berkata, "Yaitu dari setiap duduknya", Ats-Tsauri menceritakan dari Abu Ishaq dari Abul Ahwash, "Dan bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu ketika kamu bangun berdiri", Ia berkata, "Jika seseorang hendak bangun dari duduknya, ia mengucapkan, 'Maha Suci Engkau ya Allah, segala puji hanya milik-Mu.'"
Dan telah banyak pula hadits yang diriwayatkan dengan sanadnya melalui beberapa jalan yang sebagian memperkuat sebagian lainnya. Di antara hadits tersebut adalah hadits Ibnu Juraij dari Suhail bin Abi Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, dimana beliau bersabda, "Barangsiapa duduk di suatu tempat yang didalamnya banyak mengandung kegaduhan (kesia-siaan), lalu sebelum ia berdiri dari tempat duduknya ia mengucapkan, "Maha Suci Engkau ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak diibadahi selain Engkau, aku memohon ampunan kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu." Melainkan Allah akan memberikan ampunan kepadanya selama ia berada di tempat tersebut."

Demikian hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dengan lafazh darinya. Juga diriwayatkan dari An-Nasa'i dalam al-Yaum wal Lailah dari hadits Ibnu Juraiz. At-Tarmidzi mengatakan, "Hadits tersebut derajatnya hasan shahih." Juga diriwayatkan oleh al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak, dan ia mengatakan bahwa sanad hadits tersebut atas syarat Muslim, namun al-Bukhari mengatakan bahwa hadits tersebut mempunyai cacat. Saya (Ibnu Katsir) katakan, "Hadits tersebut dikatakan cacat oleh Imam Ahmad, al-Bukhari, Muslim, Abu Hatim, Abu Zur'ah, ad-Daraquthni dan lain-lain." Dan mereka menisbatkan wahm kepada Ibnu Juraiz, bahwa Abu Dawud telah meriwayatkan hal yang sama dalam kitab Sunan-nya melalui jalan selain Ibnu Juraiz yang sampai kepada Abu Hurairah ra, dari Nabi saw. Dan juga diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan lafazh miliknya, An-Nasa'i, al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak, melalui jalan al-Hajjaj bin Dinar, dari Hasyim, dari Abul 'Aliyah, dari Abu Barzah Al-Aslami, ia berkata, "Rasulullah saw telah bersabda pada akhir umurnya, jika hendak berdiri dari majelis (ucapkanlah): "Maha Suci Ya Allah, dan dengan segala puji-Mu. Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak diibadahi selain Engkau. Aku memohon ampun kepada-Mu serta bertaubat kepada-Mu."
Kemudian, ada seseorang yang berkata, "Ya Rasulullah, sesungguhnya Engkau telah mengucapkan sesuatu yang tidak pernah Engkau ucapkan sebelumnya,' Beliau menjawab, '(Ucapan itu) sebagai kaffarat (penebus) atas apa yang telah terjadi di dalam majelis."
Dan firman Allah Ta'ala, "Dan pada waktu terbenam bintang-bintang." Uraian masalah ini telah disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas, yakni dua raka'at sebelum subuh, karena kedua raka'at tersebut disyariatkan pada saat bintang-bintang terbenam, yaitu ketika bintang-bintang itu menghilang. Dan dalam kitab ash-Shahihain telah ditegaskan dari Aisyah ra, ia berkata, "Rasulullah saw tidaklah memelihara suatu amalah yang sunnah melebihi dua rakaat sebelum Subuh." Dan menurut lafazh Muslim, "Dua rakaat sebelum Subuh lebih baik daripada dunia dan seisinya."

Jumat, 07 November 2008


Hadits 10 Arbain: Baik dan Halal adalah Syarat Diterimanya Doa





Abu hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda,
Sesungguhnya Allah Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Dia
memerintahkan orang-orang mukmin sama seperti yang diperintahkan kepada para Rasul. Dia berfirman, ‘Hai para Rasul
, makanlah makanan yang baik, dan kerjakanlah amal shalih.’ (Al-Mukminun: 51) Dia juga berfirman, ‘Hai orang-orang yang beriman makanlah makanan yang baik yang kami berikan kepada kalian
.’(Al-Baqarah: 172). Lalu Rasulullah bercerita tentang seorang laki-laki yang menempuh perjalanan

jauh, hingga rambutnya kusut dan kotor. Ia menadahkan kedua tangannya ke langit (seraya berdoa) , ‘Ya Rabb, ya Rabb,’ sedangkan makanannya haram, minumannya haram , pakaiannya haram dan ia kenyang dengan barang haram. Bagaimana mungkin doanya dikabulkan?.” (h.r. Muslim)

MARAJI’UL HADITS (REFERENSI HADITS)
1. Shahih Muslim: Kitabuz Zakat, Bab Qobulis Shodaqoh. .. Hadits nomor 1015.
2. Sunan At-Tirmidzi: Kitabut Tafsir, Bab Wa Mm Surati Al-B
aqarah. Hadits nomor 2992.
AHAMMIYATUL HADITS (URGENSI HADITS)
Hadits ini rnerupakan dasar dan berbagai hukum Islam. Juga merupakan inti dalam hal yang berkaitan dengan memakan yang halal dan menjauhi yang haram. Dengan hadits ini akan didapatkan manfaat yang luas dalam masyarakat. Karena jika masyarakat senantiasa membiasakan mengkonsumsi yang halal, maka akan tercipta kasih sayang, tidak ada dendam, iri, saling tipu, atau bahkan mencuri. Sehingga masyarakat hidup dalam situasi yang aman dan sentosa.


MUFRADATUL HADITS (ARTI KATA)

FIQHUL HADITS (KANDUNGAN HADITS)

1. Yang baik dan diterima.
Sabda Nabi di atas mencakup perbuatan, harta benda, ucapan, dan keyakinan. Allah swt. tidak akan menerima amalan kecuali amalan tersebut baik, bersih dan segala noda, seperti riya’ dan
ujub.
Allah tidak akan menerima harta benda yang diinfakkan, disedekahkan atau dizakatkan kecuali yang baik dan halal. Karenanya, Rasulullah saw. selalu mendorong agar seorang muslim bersedekah dengan harta hasil usahanya yang halal dan baik. Demikian juga ucapan, tidak akan diterima Allah swt. kecuali ucapan yang baik. Allah swt. berfirman, “Kepada-Nyalah naik (diterinia) perkataanperkataan baik, dan anial yang shalih dinaikkan-Nya” (Faathir: 10). Allah swt. juga membagi ucapan ke dalam dua bagian, baik dan buruk, “Allah mencontohkan ucapan yang baik, seperti pohon yang balk” (Ibrahim: 24) “Dan ucapan yang buruk seperti pohon yang buruk.” (Ibrahim: 26).
Siapa pun tidak akan selamat di sisi Allah, kecuali mereka yang berlaku baik. Allah swt. berfirman,
“(yaitu) orang-orang yang diwafatkan oleh nialaikat dalam keadaan baik” (An-Nami: 32) Malaikat mendatangi mereka seraya berkata, “Kesejahteraan bagi kalian. Kalian telah berlaku baik, maka masuklah ke dalam syurga untuk selamalamanya.” (Az-Zumar: 73).
Dalam mengomentari kalimat
la yaqbalu illa thayyiban ‘tidak diterima kecuali baik’, Ibnu Rajab berkata, “Seorang mukmin adalah orang yang baik secara keseluruhan, hati, lisan dan seluruh anggota tubuhnya. Karena dalam hatinya terdapat keimanan, keimanan tersebut akan terurai melalui bibirnya dengan zikir, melalui anggota badannya dalam bentuk amal-amal shalih dan inilah buah dan iman.”
2. Bagaimana agar amal menjadi baik dan diterima.
Unsur terpenting yang menjadikan perbuatan seorang muslim baik dan diterima, adalah makanan yang baik dan halal. Dalam hadits di atas merupakan isyarat yang jelas bahwa satu perbuatan tidak akan diterima kecuali dengan mengkonsumsi yang halal. Karena makanan yang haram dapat merusak amalan dan menjadikannya tidak diterima. Ini
didasari oleh lanjutan hadits yang menyatakan bahwa perintah tersebut sama, antara orang-orang mukmin dan para Rasul. Allah swt. berfirman, “Wahai para Rasul makanlah makanan yang baik dan beramal shalihlah” Allah juga berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, makanlah makanan yang baik dan apa yang Kami berikan kepada kalian.” Artinya, bahwa para Rasul dan umatnya diperintahkan untuk memakan makanan yang baik (halal) dan beramal shalih. Karena makanan yang baik (halal) akan membuahkan amalan yang shalih. Sedangkan jika yang dimakan adalah makanan yang haram, maka amal perbuatan tidak akan diterima.6 At-Thabrani meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas ra. berkata, “Saya membaca ayat, “Wahai sekalian nianusia, niakanlah apa-apa yang ada di bumi, yang Fialal dan baik” (Al-Baqarah: 168) di sisi Rasulullah. Lalu Sa’ad bin Abi Waqash berkata, “Wahai Rasulullah, mohonkan kepada Allah agar doaku mustajab (dikabulkan).” Nabi berkata, “Wahai Sa’ad, baikkanlah makananmu (pilihlah yang halal), niscaya doamu mustajab. Demi Dzat yang jiwaku ditangan-Nya, sesungguhnya orang yang di rongganya terdapat satu genggam barang haram, tidak akan diterima amalnya selama empat puluh han. Dan barangsiapa yang daging tubuhnya tumbuh dan barang haram, maka nerakalah tempat paling layak baginya.” Riwayat lain menyebutkan bahwa Nabi saw. bersabda, “Allah tidak akan menerima shalat seseorang yang di rongga terdapat barang haram.”
3. Tidak diterimanya sebuah amalan.
Maksud dan “tidak diterima” yang terdapat pada sebagian hadits Nabi saw. adalah tidak sah. Seperti hadits “Allah tidak menerima shalat seorang diantara kamu jika berhadats, sehingga ia berwudhu.” Pada sebagian hadits, berarti tidak sempurna, yakni tidak mendapatkan pahala. Seperti hadits “Wanita yang dimarahi suami, orang yang menemui dukun, dan orang yang meminum khamer, tidak diterima shalatnya selama empat puluh han.” “Allah tidak menerima kecuali yang baik.” “Orang yang shalat dengan mengenakan baju yang dibeli dengan uang yang tercampur dengan yang haram,niscaya shalatnya tidak diterima.” Maksudnya, kewaj iban telah ia lakukan, namun tidak berpahala.
Untuk membedakan antara dua maksud di atas, hams didukung dengan dalil-dalil penunjang.

4. Membersihkan harta dari harang haram.
Jika seseorang memiliki harta yang haram, maka ia wajib membersihkannya. Yaitu dengan cara menshadaqahkannya, dan pahalanya bagi pemilik harta.
‘Atha’ bin Rabah berpendapat, harta tersebut dishadaqahkan dan tidak berpahala.
Imam Syafi’i berpendapat, harta tersebut disimpan hingga diketahui perniliknya.
Fudhail bin Iyadh berpendapat, harta tersebut dimusnahkan. Karena tidak diperbolehkan bershadaqah dengan sesuatu yang tidak baik. lbnu Rajah berkata, “Pendapat yang benar adalah dengan menshadaqahkannya, karena memusnahkan harta adalah tindakan yang dilarang. Menyimpannya hingga diketahui pemiliknya, juga rentan rusak atau dicuri orang. Jadi, sebaiknya dishadaqahkan, dan pahalanya untuk si pemilik harta tersebut.

5. Sebab dikabulkannya doa.
a. Perjalanan jauh.
Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Ada tiga doa yang pasti dikabulkan: Doa orang yang dizalimi, doa musafir dan doa orang tua terhadap anaknya.” (h.r. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).
Perjalanan jauh menjadi sebab dikabulkannya doa karena beban yang dirasakan sangat berat. Semakin lama suatu perjalanan, doa akan semakin dikabulkan.
b. Baju yang kusut dan kondisi tubuh yang sangat lelah
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa orang yang kondisinya seperti ini (karena lelah ataupun kemiskinan) andai ia berdoa tentulah Allah akan mengabulkan.
Diriwayatkan pula bahwa ketika melakukan shalat Istisqa’, Rasulullah saw. menggunakan pakaian yang lusuh dan bersikap rendah hati.
c. Menengadahkan kedua tangan.
Di samping penyebab dikabulkannya doa, mengangkat tangan juga merupakan adab dalam berdoa. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah itu Pemalu dan Pemurah. Ia malu untuk tidak mengabulkan permohonan hamba-Nya yang mengangkat kedua tangannya dalam berdoa.” (h.r. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi)
Ketika shalat Istisqa’, Rasulullah saw. juga mengangkat kedua tangannya hingga tampak ketiaknya yang putih. Juga ketika beliau berdoa meminta kemenangan atas orang-orang rnusyrik pada saat perang Badar, hingga sorbannya terjatuh.
d. Betul-betul berharap kepada Allah.
Ini merupakan penyebab terbesar dikabulkannya doa. Pengharapan yang besar tersebut diwujudkan dengan mengulangi penyebutan Ruhuhiyah Allah swt. Al-Bazzar rneriwayatkan dari Aisyah ra. bahwa Rasulullah saw. bersahda, “Jika seorang hamba berkata, “Ya Rabb. empat kali. Niscaya Allah berfirman, “Kupenuhi panggilanmu, wahai hambaku. Mintalah niscaya akan Aku beri.”
6. Penghalang doa.
Dalarn hadits diatas disebutkan bahwa yang menyehabkan doa tidak dikabulkan adalah selalu menggunakan barang haram, baik makanan, minuman, maupun pakaiannya.
7. Doa adalah inti dan ibadah.
Karena, seseorang berdoa kepada Allah swt. manakala tidak ada lagi yang bisa diharapkan kecuali Dia. Ini adalah esensi tauhid dan inti dari keikhlasan.
8. Hadits ini mendorong kita untuk berinfak dengan harta yang halal, dan melarang untuk berinfaq dengan harta yang tidak halal.
9. Barangsiapa yang menghendaki doanya dikabulkan maka hanus senantiasa memperhatikan yang halal, baik makanan maupun pakaiannya.
10. Allah akan menenima dan memberkahi infak dari harta yang baik.

Selasa, 04 November 2008

Tafsir QS Ath-Thur

Imam Malik meriwayatkan dari az-Zuhri, dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari ayahnya: “Aku pernah mendengar Nabi saw membaca surat ath-Thur dalam sholat maghrib. Aku tidak pernah mendengar seseorang yang suara atau bacaannya lebih bagus dari beliau.”

Demikian yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari jalan Malik. Dan Imam al-Bukhari juga meriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata: “Aku pernah mengadukan kepada Rasulullah saw, maka beliau pun bersabda :
“Berthawaflah di belakang orang-orang, sedangkan engkau menunggangi kendaraan.”

Maka aku pun berthawaf, sedang Rasulullah saw mengerjakan sholat di sisi baitullah seraya membaca ath-Thur.
Allah Ta’ala bersumpah dengan ciptaan-ciptaan-Nya yang menunjukkan kekuasaannya yang sangat besar, bahwa azab-Nya itu pasti akan terjadi, menimpa musuh-musuh-Nya, dan bahwasanya tidak seorangpun yang dapat menolak azab itu yang diberikan Allah kepada mereka.

Ayat 1
Ath-Thur adalah gunung atau bukit yang diatasnya terdapat pepohonan seperti apa yang difirmankan-Nya kepada Musa as, dan darinya Ia mengutus Isa. Dan jika gunung diatasnya tidak terdapat pepohonan maka tidak disebut Thur. Tetapi hal itu disebut sebagai Jabal.

Ayat 2-4. “Dan Demi Kitab yang ditulis”. Ada yang mengatakan lauhul mahfuzh. Tetapi ada juga yang mengatakan kitab-kitab yang telah diturunkan dan ditulis yang dibaca kepada umat manusia secara lantang. Kemudian Allah Ta’ala berfirman “Pada lembaran yang terbuka. Dan Demi Baitul M’mur.” Telah ditetapkan dalam kitab ash-Shahihain, bahwa Rasulullah saw telah bersabda dalam hadits Isra’, setelah beliau sampai di langit ketujuh :
“Kemudian aku diangkat ke Baitul Ma’mur. Dan ternyata setiap harinya ia dimasuki oleh 70.000 Malaikat, yang mereka tidak pernah kembali lagi kepadanya.”

Maksudnya, mereka beribadah di dalamnya dan berthawaf di sana, sebagaimana penduduk bumi berthawaf di Ka’bah. Demikian pula Baitul Ma’mur yang merupakan Ka’bah bagi penduduk langit ketujuh. Oleh karena itu disana didapatkan Ibrahim as, kekasih Allah menyandarkan punggungnya di Baitul Ma’mur. Karena ia telah membangun Ka’bah di bumi, dan sudah pasti pahala itu diberikan sesuai dengan amal perbuatan. Dan pada setiap langit terdapat Bait (rumah ibadah) yang mana di dalamnya para penghuninya beribadah dan mengerjakan sholat. Sedangkan yang terdapat di langit dunia disebut dengan Baitul ‘Izzah.

Ayat ke-5. “Dan Atap yang ditinggikan (langit)”. Sufyan ats-Tsauri, Syu’bah dan Abul Ahwash berkata dari ‘Ali: “yaitu langit”. Sufyan mengatakan: “Kemudian ia membaca
‘Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya. (QS. Al-Anbiya: 32)’.”

Demikian yang dikemukakan oleh Mujahid, Qatadah, as-Suddi, Ibnu Juraiz, Ibnu Zaid dan menjadi pilihan Ibnu Jarir. Dan ar-Rabi’ bin Anas mengatakan “Yaitu ‘Arsy, yang ia merupakan atap bagi seluruh makhluk.” Dan ia mempunyai sisi yang menjadi tujuan bersama selainnya sebagaimana yang telah dikatakan oleh Jumhur Ulama.

Ayat ke-6. "Dan laut yang di dalam tanahnya ada api." Yakni pada hari kiamat kelak, lautan akan dijadikan api yang berkobar mengelilingi orang-orang. Demikian yang diriwayatkan oleh Sa'id bin al-Musayyab dari 'Ali bin Abi Thalib. Dan hal yang sama juga diriwayatkan dari 'Ibnu Abbas, dimana Sa'id bin al-Musayyab, Mujahid, 'Abdullah bin 'Ubaid bin 'Umair dan juga yang lainnya. Sedangkan Qatadah mengatakan "Yaitu nyala api yang benar-benar penuh". Dan itulah yang menjadi pilihan Ibnu Jarir. Artinya, ia tidak menyala pada hari ini, namun sudah benar-benar penuh. Dan yang dimaksud dengan al-masjuur adalah yang ditahan dan dilarang dari bumi sehingga tidak melumuri dan membakar para penghuninya. Demikian yang dikatakan oleh 'Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu 'Abbas ra. Pendapat itu pula yang dikemukakan oleh as-Suudi dan Ulama-ulama lainnya. Dan hal tsb ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya, dimana Ia berkata: "Yazid memberitahu kami, al-'Awam memberitahu kami, seorang Syaikh memberitahuku, ketika itu ia berada di tepi pantai, ia
berkata: 'Aku telah bertemu dengan Abu Shalih, budak 'Umar bin al-Khaththab; lalu ia berkata, "Umar bin Khaththab memberitahu kami dari Rasulullah saw, beliau bersabda:
"Tidak ada satu malam pun melainkan pada malam itu laut menjadi pasang tiga kali memohon izin kepada Allah Ta'ala untuk dapat menumpahkan diri kepada mereka, lalu Allah SWT menahannya."

Ayat 7-8. "Sesungguhnya adzab Rabb-mu pasti terjadi." Inilah yang menjadi objek sumpah. Maksudnya adzab itu pasti akan ditimpakan kepada orang-orang kafir. Sebagaimana Allah Ta'ala telah berfirman dalam ayat berikutnya, "Tidak seorang pun yang dapat menolaknya." Maksudnya, tidak seorang pun yang dapat menolaknya dari mereka jika Allah sudah menghendaki hal itu bagi mereka.

Ayat ke-9. "Pada hari ketika langit benar-benar bergoncang." Ibnu 'Abbas dan Qatadah mengatakan, "Bergerak dengan gerakan keras." Dan dari 'Abbas: "Yaitu goncangan membelah." Sedangkan Mujahid mengemukakan: "Yakni berputar". Adh-Dhahhak berkata: "Berputar-putar dan bergerak atas perintah Allah dan gelombangnya saling bertautan." Dan itulah yang menjadi pilihan Ibnu Jarir, yaitu berupa gerakan dalam perputarannya. Ia menceritakan, Abu 'Ubaidah Ma'mar bin Al-Mutsanna melantunkan satu bait syair :
"Seakan-akan jalannya dari rumahnya seperti jalannya awan yang tidak lambat dan tidak pula tergesa-gesa."

Ayat 10-16. "Dan gunung-gunung benar-benar berjalan." Maksudnya, gunung itu akan pergi dan berubah menjadi debu yang bertebaran dan berhamburan kemana-mana. "Maka, kecelakaan yang besarlah di hari itu bagi orang-orang yang mendustakan." Maksudnya, kecelakaan (ditimpakan) kepada mereka pada hari itu karena adzab Allah dan siksaan-Nya Dia timpakan kepada Mereka. "(Yaitu) orang-orang yang bermain-main dalam kebathilan." Yakni, di dunia mereka tenggelam dalam kebathilan dan mereka menjadikan agama sebagai permainan dan senda gurau. "Pada hari itu mereka didorong." Yakni digelincirkan. "Ke Neraka Jahannam dengan sekuat-kuatnya." Mujahid Asy-Sya'bi, Muhammad bin Ka'ab, adh-Dhahhak, As-Suddi dan Ats-Tsauri berkata: "Mereka didorong ke dalamnya dengan sekali dorong."
"Inilah Neraka yang dahulu kamu selalu mendustakannya." Maksudnya, Malaikat Zabaniyah mengatakan hal tersebut kepada mereka sebagai hinaan dan celaan. "Maka apakah ini sihir? Ataukah kamu tidak melihat? Masuklah kamu ke dalamnya." Maksudnya, masuklah kedalamnya seperti masuknya orang-orang yang diselimuti dari
semua arah. "Maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagi kamu." Maksudnya, sama saja, baik kalian bersabar atas adzab dan siksaannya atau kalian tidak bersabar, maka tidak ada tempat berlindung bagi kalian dari darinya dan tidak pula ada tempat menyelamatkan diri bagi kalian darinya. "Kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan." Maksudnya, Allah tidak akan pernah menzhalimi seorang pun. Bahkan sebaliknya, Dia senantiasa memberikan balasan kepada setiap orang sesuai dengan amalnya.

Ayat 17-20
"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam surga dan kenikmatan, mereka bersuka ria dengan apa yang diberikan kepada mereka oleh Rabb mereka; dan Rabb mereka memelihara mereka dari adzab Neraka. Dikatakan kepada mereka: 'Makan dan Minumlah dengan enak sebagai balasan dari apa yang telah kamu kerjakan'. Mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang bermata jeli."
Allah SWT menceritakan keadaan orang-orang yang berbahagia, dimana Dia berfirman "Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam Surga dan kenikmatan." Dan itu jelas bertolak belakang dengan apa yang dialami oleh orang-orang yang mendapatkan adzab dan siksaan. "Mereka bersuka ria dengan apa yang diberikan kepada mereka oleh Rabb mereka." Maksudnya, mereka bersenang-senang dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka, berbagai macam kenikmatan, berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan lain-lain.
"Dan Rabb mereka memelihara mereka dari adzab Neraka." Maksudnya, Allah Ta'ala telah menyelamatkan mereka dari adzab Neraka. Dan itu adalah kenikmaatan tersendiri, disamping masuk Surga, juga agar mereka merasakan sesuatu yang tidak pernah dilihat mata, didengar telinga, dan tidak pula terbesit di dalam hati manusia.
"Makan dan minumlah dengan enak sebagai balasan dari apa yang telah kamu kerjakan." Maksudnya, semua itu merupakan karunia dan kebaikan dari-Nya. Dan firman-Nya: "Mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan." Ats-Tsauri menceritakan dari Ibnu Abbas: "Dipan-dipan (itu) dalam keadaan tertata rapi." Dan firman-Nya : "Berderetan" yang berarti saling bertatapan wajah antara satu dengan yang lainnya. Dan hal itu sebagaimana firman-Nya "Mereka duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan." (QS. Al-Hijr:47)
Firman-Nya "Dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli." MAksudnya, Kami berikan kepada mereka teman-teman anita yang shalihah dan pasangan-pasangan cantik berupa bidadari-bidadari yang jelita. Mengenai firman-Nya "Dan Kami kawinkan mereka", Mujahid berkata "Maksudnya, Kami nikahkan mereka dengan bidadari." Dan sifat bidadari tersebut telah diuraikan sebelumnya di beberapa tempat, sehingga tidak perlu diulang lagi disini.

Ayat 21
"Dan orang-orang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka, dan Kami tidak mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. Dan Kami beri mereka tambahan dengan buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka inginkan. Di dalam Surga mereka saling memperebutkan piala (gelas) yang isinya tidak (menimbulkan) kata-kata yang tidak berfaedah dan tidak pula perbeuatan dosa. Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu seperti mutiara yang tersimpan. Dan sebagian mereka menghadap kepada sebagian yang lain saling bertanya. Mereka berkata 'sesungguhnya kami dahulu sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diadzab).' Maka Allah memberi karunia kepada kami dan memelihara kami dari adzab neraka. Sesungguhnya kami dahulu beribadah kepada-Nya. Sesungguhnya Dia-lah yang menimpakan kebaikan lagi Maha Penyayang."
Allah SWT memberikan tentang karunia, kemurahan, anugerah dan kelembutan-Nya kepada semua makhluk-Nya, serta kebaikan-Nya, bahwa jika orang-orang mukmin diikuti oleh keturunan mereka, maka mereka akan dipertemukan dengan nenek moyang mereka di suatu tempat, meskipun amal perbuatan mereka tidak sampai pada amal perbuatan nenek moyang mereka, agar nenek moyang mereka itu merasa senang dengan kehadiran anak-anaknya di sisi mereka, di tempat kediaman mereka. Mereka dikumpulkan dengan cara yang paling baik, yakni orang yang mempunyai amal yang kurang, akan ditinggikan derajatnya melalui orang yang amalnya sudah sempurna dan hal itu sama sekali tidak menjadikan amalannya berkurang dan kedudukannya menurun sehingga terjadi kesamaan antara orang ini dengan orang yang tinggi derajatnya itu. Oleh karena itu Allah Ta'ala berfirman "Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tidak mengurangi sedikit pun dari pahala mereka."