Selasa, 27 Oktober 2009

Tafsir QS Ar-Rahman

Abu Isa At-Tirmidzi meriwayatkan dari Jabir, ia bercerita: "Rasulullah saw pernah keluar menemui para Sahabatnya, lalu beliau membacakan kepada mereka surat Ar-Rahman dari awal sampai akhir, maka mereka pun diam. Lalu beliau bersabda: 'Sesungguhnya aku telah membacakannya kepada jin pada malam jin, dan mereka lebih baik sambutannya daripada kalian.Setiap kali aku sampai pada bacaan: 'Maka nikmat Rabb-mu manakah yang kamu dustakan?' maka mereka mengatakan: 'Tidak ada suatupun dari nikmat-Mu, yang kami dustakan, wahai Rabb kami dan segala puji hanya bagi-Mu.'" Kemudian Imam At-Tirmidzi mengungkapkan : "Hadits ini ghorib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits al-Walid bin Muslim, dari Zuhair bin Muhammad.

Allah Ta'ala memberitahukan tentang karunia dan Rahmat-Nya bagi makhluk-Nya, dimana Dia telah menurunkan Al-Quran kepada hamba-hamba-Nya memberikan kemudahan membaca dan memahaminya bagi siapa saya yang Dia beri rahmat. Dia berfirman : "(Robb) yang Maha Pemurah, Yang Telah Mengajarkan al-Quran. Dia menciptakan manusia, mengajarnya pandai berbicara." (ayat 1-4). Al-Hasan berkata: "Kata al-Bayan berarti berbicara. Karena siyaq berada dalam pengajaran al-Quran oleh Allah Ta'ala yaitu cara membacanya. Dan hal itu berlangsung dengan cara memudahkan pengucapan artikulasi, serta memudahkan keluarnya huruf melalui jalannya masing-masing dari tenggorokan, lidah dan dua buah bibir sesuai dengan keragaman artikulasi dan jenis hurufnya."
Dan firman Allah Ta'ala: "Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan." (ayat 5). Maksudnya, keduanya beredar silih berganti sesuai dengan perhitungan, tidak akan bertolak belakang dan tidak akan kacau.
Firman Allah Ta'ala: "Dan tumbuh-tumbuhan serta pohon-pohonan, kedua-duanya tunduk kepada-Nya." (ayat 6). Ibnu Jarir mengemukakan: "Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai firman-Nya: An-Najmu setelah mereka sepakat bahwa makna syajaru adalah pohon yang berdiri di atas batangnya." Diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas ra, ia mengatakan: "An-Najmu adalah apa yang tumbuh di permukaan bumi, yaitu tumbuh-tumbuhan." Hal itu juga dikemukakan oleh as-Suddi dan Sufyan ats-Tsauri. Dan pendapat itu pula yang menjadi pilihan Ibnu Jarir. Sedangkan Mujahid mengatakan: "Yang dimaksud dengan An-Najmu adalah bintang yang ada di langit." Hal itu pula yang dikatan oleh al-Hasan dan Qotadah. Dan perndapat terakhir inilah yang lebih jelas.

Firman Allah Ta'ala: "Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia telah meletakkan neraca," (ayat 7) Yakni keadilan. Yang demikian itu sebagaimana firman Allah yang lain: "Sesungguhnya Kami telah mengutus para Rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Kami telah menurunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan." (QS Al-Hadid: 25)

Dan demikianlah, disini Allah berfirman: "Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu." (ayat 8). Artinya Allah telah menciptakan langit dan bumi dengan penuh kebenaran dan keadilan agar segala sesuatu berada dalam kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu Allah berfirman: "Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adul dan janganlah kamu mengurangi neraca itu." (ayat 9). Maksudnya, janganlah kamu mengurangi timbangan, tetapi hendaklah kalian menimbang dengan benar dan adil. Sebagaimana firman-Nya "Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus." (QS Asy-Syuara:182).
Dan firman Allah Ta'ala: "Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk-(Nya)." (ayat 10). Maksudnya, sebagaimana Dia telah meninggikan langit, Dia juga meratakan bumi dan menjadikannya kokoh dengan gunung-gunung yang tinggi agar segala macam makhluk beraneka ragam, jenis, bentuk, warna kulit dan bahasanya yang ada diatasnya dapat hidup secara tetap.
Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah dan Ibnu Zaid mengatakan "Al-Anam berarti makhluk."
Ayat 11. "Di bumi itu ada buah-buahan," yang beraneka ragam warna, rasa dan aromanya. "Dan pohon kurma yang menyerupai kelopak mayang." Allah sebutkna buah itu secara khusus karena kemuliaan dan manfaat yang dikandungnya, baik ketika masih basah maupun telah kering.
Ibnu Juraij berkata dari Ibnu Abbas : "Al-Akmam berarti tempat munculnya buah kurma." Hal seperti itu dikemukakan oleh banyak ahli tafsir. Jadi, kelopak mayang itu adalah tempat keluarnya tandan, lalu terbelah dari gerumbul, kemudian menjadi kurma kering, lalu menjadi kurma kurma basah selanjutnya matang, sehingga terwujudlah kematangan dan keseimbangannya.

Dan firman-Nya : "Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya." (Ayat 12). Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra mengenai "Dan biji-bijian yang berkulit" ia mengatakan "Yakni, kulit yang menutupinya." Al-'Aufi menceritakan dari Ibnu Abbas: "Al-'Ashfu berarti daun tumbuhan berwarna hijau yang telah dipotong bagian atasnya, dan dia disebut al-'ashfu jika telah mengering. Demikian pula yang dikemukakan oleh Qatadah, adh-Dhahak, dan Abu Malik. Ibnu Abbas, Mujahid dan lain-lain mengatakan : "Ar-Rayhan berarti daun." DAn al-Hasan berkata : "Ia adalah wewangian kalian ini."

Dan firman Allah: "Maka, nikmat Rabb-mu manakah yang kamu dustakan?" (ayat 13). Maksudnya, nikmat Rabb kalian yang manakah wahai sekalian manusia dan jin yang kalian dustakan? Demikian penafsiran yang diberikan oleh Mujahid dan beberapa ulama lainnya. Hal itu pula yang ditunjukkan oleh susunan ayat setelahnya. Dengan kata lain, nikmat-nikmat sudah sangat jelas bagi kalian, sedang kalian bergelimang dengannya tanpa dapat mengingkari dan mendustakannya. Maka, kita katakan sebagaimana yang dikatakan oleh bangsa Jin yang beriman "Ya Allah, tiada suatu pun dari naikmat-nikmat-Mu ya Rab kami yang kami dustakan. Hanya bagimulah segala puji."

Allah SWT menceritakan tentang penciptaan manusia dari tanah kering seperti tembikar dan penciptaan jin yang berasal dari ujung lidah api. Demikianlah yang dikemukakan oleh adh-Dhahak dari Ibnu Abbas ra. Dan hal senada juga dikemukakan oleh Ikrimah, Mujahid, al-Hasan dan Ibnu Zaid. Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas: "Kata 'mim maarijin naar' berarti dari api yang murni." Demikianlah yang disampaikan oleh Ikrimah, Mujahid, adh-Dhahak dan lain-lain.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Aisyah, ia bercerita: "Rasulullah saw bersabda: 'Malaikat diciptakan dari nur (cahaya), jin dari nyala api, sedangkan Adam diciptakan dari apa yang telah diterangkan kepada kalian." (HR. Muslim).
Firman Allah Ta'ala: "Maka, nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan?" Penafsiran ayat ini telah dikemukakan di depan.
"Rabb yang memelihara kedua tempat terbit matahari dan Rabb yang memelihara kedua tempat terbenamnya." (ayat 17). Yakni, tempat terbit matahari dan tempat terbenamnya di musim panas dan musim dingin. Dalam ayat yang lain, Allah berfirman "Maka Aku bersumpah dengan Rabb yang mengatur tempat terbit dan terbenamnya matahari, bulan dan bintang." (QS. Al-Ma'arij: 40).
Yang demikian itu dengan perbedaan tempat terbit dan perpindahannya setiap hari serta penampakkannya kepada uamt manusia. Dan dalam ayat yang lain lagi, Allah berfirman "Dia-lah Rabb timur dan barat, tiada Ilah (yang haq) melainkan hanya Dia. Maka, ambillah Dia sebagai pelindung." (QS Al-Muzammil: 9).
Yang dimaksudkan dari hal itu adalah jenis yang sama antara terbit dan terbenam. Ketika dalam perbedaan antara terbit dan terbenamnya itu mengandung kemaslahatan bagi makhluk, baik jin maupun manusia, maka Dia pun berfirman "Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan?"

Dan firman Allah "Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu." (ayat 19). Ibnu Abbas mengatakan "Maksudnya, mengalirkan keduanya." Dan mengenai firman-Nya "Kemudian bertemu" Ibnu Zaid mengatakan "Yakni, yang menghalangi kedua lautan itu untuk bertemu, yaitu dengan meletakkan penghalang yang memisahkan antara keduanya." Dan yang dimaksud dengan firman-Nya "albahrain" adalah asin dan manis. Dan yang manis itu adalah sungai-sungai yang mengalir di tengah-tengah uamt manusia.
Firman Allah "Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing." (ayat 20). Maksudnya, Allah menjadikan penghalang dari tanah antara keduanya agar masing-masing tidak saling melampaui, sehingga menimbulkan kerusakan dan menghilangkan sifat yang dikehendaki dari masing-masing lautan.

Dan firman Allah "Dari keduanya keluar mutiara dan marjan." (ayat 22). Yakni, dari keduanya. Jika ditemukan pada salah satunya, maka hal itu sudah cukup. Sebagaimana yang difirmankan-Nya "Wahai sekalian bangsa jin dan manusia, bukankah telah datang kepadamu utusan-utusan dari kalanganmu sendiri?" (QS Al-An'am: 130).
Utusan-utusan itu hanya berasal dari bangsa manusia, tidak dari bangsa jin. Dan pengertian itu telah dibenarkan. Pengertian "allu'lu'u (marjan)" sudah sangat dimengerti. Sedangkan "almarjan (mutiara)" maka ada yang mengatakan "Yaitu, mutiara kecil". Demikian yang dikemukakan oleh Mujahid, Qatadah, Abu Razin dan adh-Dhahak dan diriwayatkan dari Ali. Dan ada juga yang mengatakan "Yaitu, mutiara yang besar dan terbaik." Demikian yang diceritakan Ibnu Jarir dari beberapa ulama Salaf dan diriwayatkan Ibnu Abi Hatim dari ar-Rabi bin Anas. Juga diriwayatkan oleh as-Suddi mengatakan dari MAsruq dari Abdullah, ia berkata "almarjan adalah permata merah."
Sedangkan firman-Nya "Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang kamu dapat memakainya." (QS. Faathir: 12).
Daging itu berasal dari air asin dan air tawar, sedangkan p[erhiasan hanya berasal dari air asin, tidak dari air tawar. Dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: "Jika turun hujan dari langit, maka setiap kulit kerang di dalam laut membuka mulutnya, dan setiap percikan air hujan yang masuk ke dalamnya akan menjadi mutiara." Sanadnya sahih.
Tatkala pengambilan perhiasan itu sebagai suatu nikmat bagi penduduk buni, maka Allah Ta'ala memperingatkan mereka seraya bertanya "Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan?"

Dan firman Allah "Dan kepunyaan-Nya-lah bahtera-bahtera yang tinggi layarnya." (ayat 24). Yakni, kapal-kalap yang berlayar. "fil bahri" di lautan. Kata "almunsya'aatu" berarti kapal-kapal yang berlayar tinggi. "Kal a'laam" Laksana gunung-gunung. Yakni, bagaikan gunung-gunung dalam besarnya dan berbagai barang dagangan yang terangkut di dalamnya dari satu tempat ke tempat lain, dan dari satu daerah ke daerah lain yang didalamnya terdapat kemaslahatan bagi umat manusia berupa pengambilan berbagai hal yang mereka butuhkan berupa berbagai barang dagangan. Oleh karena itu Allah berfirman "Dan kepunyaan-Nya-lah bahtera-bahtera ayng tinggi layarnya di lautan laksana gunung-gunung."

Allah membertahukan bahwa seluruh penghuni bumi akan pergi dan mati secara keseluruhan. Demikian halnya dengan penghuni langit, kecuali yang dikehendaki Allah Ta'ala. Dan tidak ada seorangpun yang tersisa selain Wajah Allah Yang Maha Mulia. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Suci, tidak akan mati dan akan tetap hidup selamanya. Qatadah mengatakan: "Allah memberitahu apa yang Dia ciptakan, lalu memberitahukan bahwa semuanya itu akan binasa." Dan dalam do'a matsur juga disebutkan :
"Wahai Rabb Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang Maha Berdiri, wahai Rabb Yang menciptakan langit dan bumi, wahai Rabb Yang mempunyai keperkasaan dan kemuliaan. Tidak ada Ilah (yang haq) melainkan hanya Engkau semata. Dengan rahmat-Mu kami memohon pertolongan. Perbaikilah seluruh keadaanku secara keseluruhan, dan janganlah Engkau bebankan (urusan) kami pada diri kami sendiri atau kepada salah seorang dari makhluk-Mu."

Asy-Sya'bi mengemukakan: "Jika engkau membaca 'Kullu man 'alayha faan' 'semua yang di bumi itu akan binasa' maka janganlah engkau diam sehingga engkau membaca 'wayabqa wajhu robbika...' 'Dan tetap kekal Wajah Rabbmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan'." Ayat tersebut sebagaimana firman Allah yang lain : "Segala sesuatu itu akan binasa kecuali Wajah-Nya (Allah)." (QS. Al-Qashash:88).

Dalam ayat yang mulia di atas, Allah Ta'ala telah mensifati diri-Nya sebagai Rabb yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. Artinya, Dia memang berhak untuk dibesarkan, sehingga tidak boleh didurhakai; dan ditaati sehingga tidak boleh ditentang.
Ibnu Abbas mengatakan: "Yang dimaksud dengan 'Al-Jalaali wal Ikraam' adalah Yang memiliki Keagungan dan kebesaran."
Ketika Allah memberitahukan tentang persamaan penghuni bumi secara keseluruhan dalam hal kematian dan bahwasanya mereka semua akan menuju ke alam akherat, maka Dia akan memberikan keputusan terhadap mereka dengan berdasarkan pada hukum-Nya yang adil, maka Dia pun berfirman: "Maka nikma Rabbmu yang manakah yang kamu dustakan?"

Dan firman-Nya: "yas-aluhu man fissamaawaati..." "Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan." Yang demikian itu merupakan pemberitahuan tentang ketidakbutuhan diri-Nya terhadap pihak lain, dan butuhnya pihak lain-yaitu makhluk- kepada-Nya dalam segala kesempatan.mereka meminta kepada-Nya melalui ucapan dan perbuatan dan bahwasanya setiap hari, Dia selalu dalam kesibukan.

Mengenai firman-Nya: "Setiap saat Dia berada dalam kesibukan," al-A'masy berkata dari Mujahid dari Ubaidah bin Umair, ia mengatakan: "Diantara kesibukan-Nya adalah mengabulkan doa orang yang berdoa atau memberi orang yang meminta, menggembirakan orang yang sengsara dan menyembuhkan orang yang sakit."

Qatadah menyebutkan "Dia sama sekali tidak membutuhkan penghuni langit maupun penghuni bumi, Dia menghidupkan orang hidup dan mematikan orang mati, memelihara anak kecil, membebaskan tawanan. Dan Dia menjadi tumpuan orang-orang yang shalih dalam memenuhi kebutuhan mereka serta menjadi tujuan pengaduan mereka."

Ibnu Jarir meriwayatkan, Abdullah bin Muhammad bin Amr al-Ghazi memberitahuku dari Munib bin Abdullah bin Munib al-Azdi dari ayahnya, ia bercerita "Rasulullah apernah membaca ayat ini 'setiap waktu Dia dalam kesibukan', lalu kami bertanya: 'Ya Rasulullah apakah kesibukan tersebut?' Beliau menjawab 'memberikan ampunan atas suatu dosa, melampangkan kesempitan, meninggikan suatu kaum dan merendahkan kaum yang lainnya."

Ali bin Abi Thalib meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah "sanafraghu lakum..." "Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepadamu, hai manusia dan jin" ia berkata "Yang demikian itu merupakan ancaman dari Allah Ta'ala bagi hamba-hamba-Nya dan Allah tidak mempunyai kesibukan sedang Dia dalam keadaan luang." Demikian itu yang dikemukakan oleh adh-Dhahak "Itu adalah ancaman". Mengenai firman-Nya "sanafraghuh lakum" Ibnu Juraij mengatakan "Maksudnya akan Kami putuskan bagi kalian."

Imam al-Bukhari mengemukakan "Kami (Allah) akan menghisab kalian. Allah tidak akan disibukkan oleh sesuatu pun." Dan hal itu sudah sangat dikenal masyarakat Arab. Misalnya dikatakan "Kami akan luangkan waktu untukmu. Tidak ada kesibukan apa pun untuk melayanimu."Maksudnya, Dia berkata "Benar-benar aku akan pegan ubun-ubunmu."

Dan firman-Nya 'ayyuhats tsaqolan' "Hai manusia dan jin" berarti manusia dan jin. Sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih: "Yang didengar oleh segala sesuatu kecuali ats-tsaqolain (manusia dan jin)."

Dan dalam riwayat lain disebutkan "Kecuali manusia dan jin".

"Maka, nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan?" Dan setelah itu Allah berfirman "Yaa ma'syaral jinni..." "Hai sekalian jin dan manusia jika kamu sanggup menembus (melintas) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan." Maksudnya, kalian tidak akan sanggup melarika diri dari keputusan takdir Allah, bahkan Dia melihat kalian. Kalian tidak akan dapat melepaskan diri dari hukum-Nya, dimana saja kalian berada. Dia akan selalu meliputi kalian. Dan itulah yang berlangsung pada saat pengumpulan manusia di alam mahsyar. Pada saati itu para Malaikat mengelilingi makhluk dalam tujuh barisan di setiap sisi , sehingga tidak ada seorang pun yang sanggup pergi, "Melainkan dengan kekuatan". Maksudnya, dengan perintah Allah: "Pada hari itu manusia berkata : 'Kemana tempat melarikan diri?' Sekali-kali tidak. Tidak ada tempat berlindung. Hanya kepada Rabb-mu sajalah pada hari itu tempat kembali." (QS. Al-Qiyamah: 10-12).

Oleh karena itu Allah berfirman: "yursalu 'alaykuma..." "Kepadamu (jin dan manusia) dilepaskan nyala api dan cairan tembaga, maka kamu tidak dapat menyelamatkan diri (darinya)." Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas: "Yang dimaksud dengan asy-syuwazhu adalah nyala api yang membara." Mengenai firman-Nya : "wa nuhasun" "cairan tembaga," Ali bin Abi Thalhah meriwaaytkan dari Ibnu Abbas, yaitu asap api. Dan hal yang sama diriwayatkan dari Abu Sholih, Said bin Zubair dan Abu Sinan. Ibnu Jarir mengemukakan: "Masyarakat Arab menyebutkan asap dengan sebutan nuhas."Dan diantara kata an-nuhas yang diartikan sebagai asap adalah ungkapan alah seorang penyair: 'Ia memancarkan sinar seperti pancaran sinar pelita yang berminyak, dimana Allah tidak menjadikan asap padanya.'"
Mujahid mengemukakan: "Cairan tembaga yang berwarna kuning menyiram kepala mereka." Demikian pula yang dikemukakan Qotadah.
Apapun pendapat yang ada, maka seandainya kalian lari pada hari kiamat kelak maka para malaikat dan Zabaniyah akan mengembalikan kalian dengan mengirimkan nyala api dan cairan tembaga kepada kalian agar kalian kembali lagi. Oleh karena itu Allah berfirman: "Maka nikmat Robb kamu manakah yang kamu dustakan?"

Allah berfirman: "faidzan syaqqotissamaa-u..." "maka apabila langit telah terbelah," pada hari kiamat kelak. Sebagaimana yang telah ditunjukkan ayat ini, penafsiran tsb juga ditunjukkan oleh ayat-ayat yang semakna dengannya.

Dan firman-Nya: "fakaanat wardatan kaddihaan" "Dan menjadi merah mawah seperti (kilapan) minyak." Maksudnya, akan melebur seperti meleburnya perak ditempat peleburan, dan berwarna dengan aneka warna seperti aneka warna kain celup yang diminyaki. Kadang-kadang berwarna merah, kadang juga kuning, biru, dan hijau. Perbedaan warna itu disebabkan oleh keadaan yang sangat hebat dan menakutkannya hari kiamat yang sangat dahsyat.
Imam Ahmad meriwayatkan, "Ahmad bin Abdul Malik memberitahu kami, Abdurrahman bin Abi Shohba' memberitahu kami, Nafi Abu Gholib al-Bahilly memberitahu kami, Anas bin Malik memberitahu kami, ia bercerita: "Rasulullah saw bersabda: 'Umat manusia akan dibangkitkan pada hari kiamat sedangkan langit memercikan hujan rintik kepada mereka.'"
Al-Jauhari mengatakan: "ath-thosyun" berarti hujan rintik. Adh-Dhohhak menceritakan dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah "wardatan kadiihaan" : "menajdi mewar marah seperti (kilapan) minyak," Ia mengatakan "Yaitu, kulit yang disamak berwarna merah." Abdul Jauza berkata: "Yakni, dalam minyak yang jernih." Ibnu Juraij mengemukakan "Langit seperti minyak yang mencair. Dan itu terjadi ketika ia terkena oleh panasnya neraka Jahannam."

Dan firman Allah "fa yaumaidzin laa yus-alu..." "Pada waktu itu manusia dan jin tidak ditanya tentang dosanya." Hal itu dalam satu keadaan, dan disana ada keadaan lain dimana makhluk akan ditanya tentang semua amal perbuatan mereka. Allah berfirman: "Maka demi Rabb-mu, Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu." (QS. Al-Hijr: 92-93)
Oleh karena itu mengenai firman-Nya "Pada waktu itu manusia dan jin tidak ditanya tentang dosanya." Qotadah mengatakan "Sudah ada pertanyaan, lalu mulut-mulut kaum dikunci sehingga yang berbicara adalah tangan dan kaki mereka untuk memberitahukan apa yang dulu mereka kerjakan. Seakan-akan hal itu terjadi setelah mereka diperintahkan menuju Neraka. Dan pada saat itu mereka tidak ditanya tentang dosa-dosa mereka, tetapi mereka digiring menuju Neraka dan kemudian dilemparkan kedalamnya, sebagaimana yang difirmankan-Nya "yu'raful mujrimuuna..." "orang-orang yang berdosa dikenal dengan tanda-tandanya." Yakni, dengan alamat-alamat yang tampak pada mereka."
Al-Hasan dan Qatadah mengatakan "Mereka dikenal dengan hitamnya wajah mereka dan birunya warna mereka." Berkenaan dengan hal itu, aku (Ibnu Katsir) katakan "Yang demikian itu sama seperti orang-orang Mukmin mereka akan dikenal dengan wajahnya ayng putih dan cemerlang (ayng tampak) dari bekas wudhu."

Dan firman-Nya "fayu' khodzu binnawaashi..." "Lalu dipegang ubun-ubun dan kaki mereka." Maksudnya, Zabaniyah menyatukan ubun-ubun dan kedua kaki orang-orang kafir dan kemudian melemparkannya kedalam neraka.
AlA'masy meriwayatkan dari Ibnu Abbas: "Maka, ubun-ubun dan kedua kaki mereka dipegang, lalu dipecahkan seperti dipecahkannya kayu bakar di perapian." Adh-Dhahhak berkata "Ubun-ubun mereka disatukan dengan kedua kaki mereka pada atu rantai dari belakang punggung mereka."

Dan firman Allah "Haadzihii Jahannamul latii..." "Inilah Neraka Jahannam yang didustakan oleh orang-orang berdosa." Maksudnya, inilah Neraka yang dahulu kalian dustakan keberadaannya. Sekarang ia sudah hadir dan kalian menyaksikan sendiri secara langsung. Yang demikian itu dikatakan kepada mereka sebagai penghinaan, celaan sekaligus merendahkan mereka.

Dan firman-Nya lebih lanjut "yathuufuuna baynahaa..." Mereka berkeliling diantaranya dan diantara air mendidih yang memuncak panasnya." Maksudnya, terkadang mereka diadzab di Neraka Jahim dan terkadang disiram dengan air mendidih. Yang dimaksud dengan al-hamiim adalah minuman ayng berwujud seeprti tembaga cair yang dapat memutuskan pencernaan dan usus.

Firman-Nya "hamiimun aan" "Air mendidih yang memuncak panasnya," yakni yang sangat panas sekali, yang tingkat kepanasannya sudah berada pada puncaknya yang tidak mungkin disentuh karena panas itu. Dan mengenai firman Allah Ta'ala: "yathuufuuna bainahaa..." "Mereka berkeliling diantaranya dan diantara air yang mendidih yang memuncak panasnya." Ibnu Abbas mengatakan: "Maksudnya, panasnya telah mencapai puncak titik didih." Demikian juga yang dikatakan oleh Mujahid, Said bin Jubair, adh-Dhahhak, al-Hasan, ats-Tsauri, dan as-Suddi. Sedangkan dari al-Qurthubi terdapat riwayat lain "hamiimun aan" "Air mendidih yang memuncak panasnya", yakni hadir. Dan itu pula yang menjadi pendapat Ibnu Zaid. Mengingat pemberian hukuman kepada orang-orang bermaksiat yang berbuat dosa dan pemberian nikmat kepada orang-orang yang beriman ini merupakan karunia, rahmat, keadilan dan kelembutan-Nya terhadap makhluk-Nya, dan peringatan-Nya kepada mereka akan adzab dan siksaan-Nya yang akan menjauhkan mereka dari kemusyrikan dan kemaksiatan dan lain-lain. Dia berfirman seraya mempertanyakan hal itu kepada seluruh makhluk-Nya "fabi-ayyi aalaaa-i robbikumaa..." "Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan?"

Ibnu Syaudzab dan 'Atha al-Khurasani mengatakan: "Ayat ini 'wa liman khoo fa...' "Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Rabb-nya ada dua surga,' diturunkan berkenaan dengan Abu Bakar." Ibnu Abi Hatim menceritakan dari Athiyyah bin Qais mengenai firman Allah "wa liman khoo fa..." "Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Rabb-nya ada dua surga," ayat ini turun berkenaan dengan orang yang berkata: "Bakarlah aku dengan api, mudah-mudahan Allah menyesatkanku," kemudian ia bertaubat selama satu hari satu malam setelah mengucapkan hal tersebut. Setelah itu Allah menerima taubatnya dan memasukkannya ke surga. Tetapi yang benar ayat ini bersifat umum sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan ulama lainnya. Allah berfirman "wa liman khoo fa..." "Dan bagi orang yang takut...". Yakni, dihadapan Allah pada hari kiamat kelak, "Dan menahan diri dari mengikuti hawa nafsu." (QS. An-Nazi'aat:40)

Ia tidak mengutamakan kehidupan duniawi serta mengetahui bahwa kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih abadi, sehingga ia menunaikan semua yang telah diwajibkan Allah serta menjauhi semua larangan-Nya. Dan pada hari kiamat kelak, disisi Rabb-nya, ia mempunyai dua Surga, sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, dari Abu Bakar bin Abdullah bin Qais dari ayahnya, bahwa Rasulullah telah bersabda "Dua Surga yang bejana dan semua yang ada didalamnya terbuat dari perak dan dua Surga yang bejana dan semua yang ada didalamnya terbuat dari emas. DAn jarak antara suatu kaum dan kesempatan melihat Rabb-nya hanyalah selapis selendang kebesaran pada wajah-Nya di surga 'Adn."

Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari dan para perawi lainnya kecuali Abu Dawud dari hadits Abdul Aziz.

Hammad bin Salamah menceritakan dari Tsabit dari Abu Bakar bin Abi Musa dari ayahnya Hammad mengatakan: "Aku tidak mengetahuinya melainkan telah di-rafa' dalam firman Allah "wa liman khaa fa..." Dan bagi orang yang takut...". Dan dalam firman-Nya "wa min duunihimaa..." "Dan selain dari dua Surga itu ada dua Surga lagi." (QS Ar-Rahman:62). Dua Surga dari emas buat para Muqorrobun (orang-orang yang mendekatkan diri kepada-Nya), dan dua Surga dari perak bai ashabul yamin (orang-orang yang mendapatkan buku catatannya dengan tangan kanan). Ayat ini berlaku umum, baik bagi kalangan manusia maupun jin. Dan ia merupakan dalil yang paling kuat yang menunjukkan bahwa jin dapat masuk surga jika mereka beriman dan bertakwa. Oleh karena itu, Allah mempertanyakan kepada bangsa jin dan manusia dengan balasan tersebut "wa liman khoo fa..." "Dan bagi orang yang takut..." Setelah itu, Allah menyifati kedua Surga tersebut, dimana Dia berfirman "dzawaa ta afnaan" "Kedua Surga itu mempunyai pohon-pohon dan buah-buahan." Yakni, dahan-dahan yang subur lagi indah yang memiliki buah-buahan matang yang sangat menyenangkan. "fabi-ayyi aalaaa-i..." "Maka nikmat Rabb-mu yang manakah ..."

Begitu pula Atha al-Khurasani dan sekelompok ulama mengatakan bahwa kata "al-afnaan" berarti dahan pohon yang sebagian saling bersentuhan dengan sebagian lainnya. Lebih lanjut 'Atha mengemukakan "Setiap dahan mempunyai beberapa gerombol buah."

"Fiihimaa aynaani tajriyaan" "Didalam kedua Surga itu ada dua buah mata air yang mengalir." Yakni, untuk mengairi pohon-pohon dan dahan-dahan, sehingga daapt berbuah dengan aneka warnanya. "fabiayyi aalaa-i..." Maka nikmat Rabb-mu yang..." Al-Hasan Al-Bashri mengungkapkan: "Salah satu (mata air)nya bernama Tasnim dan yang lainnya bernama Salsabil." "Athiyah berkata: "Salah satunya dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, dan yang lainnya dari khamr (arak) yang lezat rasanya bagi para peminumnya. Oleh karena itu, setelahnya Dia berfirman "fiihimaa min kulli..." "Didalam kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasangan." Yakni, dari seluruh jenis buah-buahan yang mereka ketahui dan yang lebih baik dari apa yang mereka pernah ketahui, yang tidak pernah dilihat mata, didengar telinga dan tidak pula terbesit didalam hati manusia. "fabiayyi aalaa-i..." "Maka nikmat Rabb-mu yang..."

Ibnu Abbas berkata "Tidak ada yang terbawa dari dunia ke akherat nanti kecuali nama-namanya saja." MAksudnya, diantara nama-nama buah-buahan di dunia dan di akherat itu terdapat perbedaan yang sangat besar dan kelainan yang sangat mencolok.

Allah berfirman "muttaki-iina" "Mereka bertelekan" yakni para penghuni surga. Dan yang dimaksud dengan al-ittika' disini adalah berbaring. Ada pula yang mengatakan: "Yakni, duduk bersila". "'Alaa furusyin bathaa-inuha..." "Diatas permadani yang sebelah dalamnya dari sutera". Yakni, kain sutera tebal. 'Ikrimah, adh-Dhahak Qatadah dan Abu Imran al-Juni berkata: "Yaitu, sutera yang diberi hiasan dengan emas."

Dengan demikian Allah telah memberitahukan kemuliaan bagian luar dengan kemuliaan bagian dalam. Yang demikian itu merupakan peringatan yang bertingkat,dari bawah ke atas. Abu Ishaq menceritakan dari Hubairah Ibnu Maryam dari Abdullah bin Mas'ud, ia mengatakan: "Ini adalah bagian dalam, bagaimana jika kalian melihat bagian luar?" MAlik bin Dinar mengatakan "Bagian dalamnya terbuat dari sutera, sedangkan bagian luarnya terbuat dari cahaya."

"wa janal jannataini..." "Dan buah-buahan kedua surga itu dapat (dipetik) dari dekat." Maksudnya, buah-buahannya itu ada di dekat mereka. Kapan pun mereka menghendaki, maka mereka dapat memetiknya dalam keadaan mereka yang bagaimanapun. Sebagaimana yang difirmankan Allah "quthuu fuhaa daa niyah" "Buah-buahannya dekat." (QS Al-Haaqqah: 23). Yakni, tidak menyusahkan orang yang akan memetiknya, bahkan diantara dahan-dahannya ada yang sengaja menurunkan diri seraya mendekatkan diri kepadanya.

"fabi-ayyi aalaaa-i..." "Maka nikmat Rabb-mu manakah yang kamu dustakan?" Setelah Allah menyebutkan permadani-permadani dan keagungannya, maka selanjutnya Dia berfirman "fiihinna" "didalamnya", yakni pada permadani-permadani tersebut "qooshiraa tuththarfi" "ada bidadari-bidadari yang sopan dan menundukkan pandangannya." Yakni, menundukkan pandangan-pandangan selain pasangan mereka. Mereka tidak melihat seorang pun yang lebih tampan dari pasangan mereka sendiri di Surga itu. Demikian yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas, Qatadah, Atha al-Khurasani dan Ibnu Zaid. Dan disebutkan pula dalam sebuah riwayat, bahwa salah seorang dari bidadari-bidadari tersebut berkata kepada suaminya: "Demi Allah, aku tidak melihat didalam Surga ini sesuatu yang lebih baik (tampan) darimu. Tidak ada di surga ini yang lebih aku cintai melebihi kecintaanku kepadamu. Segala puji hanya bagi Allah yang telah menajadikanmu pasangan untukku dan menjadikan diriku pasangan untukmu."

"lam yathmitshunna..." "Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin." Maksudnya, mereka masih perawan yang penuh cinta lagi sebaya umurnya. Mereka belum pernah dicampuri oleh seorang pun sebelum pasangan mereka sendiri, baik oleh kalangan jin maupun manusia. Dan hal itu merupakan dalil yang menunjukkan bahwa jin Mukmin itu akan masuk Surga.

Artha-ah bin al-Mundzir bercerita, Dhamrah bin Habib pernah ditanya: "Apakah jin itu masuk Surga?" Maka ia menjawab: "Ya, dan mereka pun menikah. Di kalangan jin ada laki-laki dan juga perempuan, sebagaimana halnya manusia, yang terdiri dari laki-laki dan juga perempuan."

Dan itulah makna firman Allah "lam yathmitshunna..." "Mereka tidak pernah disentuh..."

Setelah itu Allah mensifatkan bidadari-bidadari itu kepada kita sebagai khithah (lawan bicara): "ka-annahunnal yaquutu..." "Seakan-akan bidadari itu permata yaqut dan marjan." Mujahid, al-Hasan, Ibnu Zaid dan lain-lain mengatakan "Yakni, dalam kejernihan permata yaqut dan beningnya marjan." Dengan demikian, mereka (para mufasir) telah menjadikan marjan di dalam ayat ini sama dengan lu-lu' (mutiara).

Imam Muslim telah meriwayatkan hadits Ismail bin 'Ulayah, dari Ayyub, dari Muhammad bin Sirin, ia berkata "Siapakah yang lebih banyak berbangga-bangga tdiri atau berdzikir di Surga nanti, kaum laki-laki atau kaum perempuan?" Maka Abu Hurairah berkata: "Bukankah Abul Qosim telah bersabda: "Sesungguhnya, rombongan pertama yang masuk Surga berwujud seperti bulan pada malam purnama dan yang selanjutnya dalam wujud seperti cahaya bintang yang bersinar di langit, yang masing-masing orang dari mereka mempunyai dua orang isteri yang ia melihat sumsum betisnya dari luar kulit, dan didalam Surga tidak ada orang yang tidak menikah."

Tidak ada komentar: