Jumat, 07 November 2008


Hadits 10 Arbain: Baik dan Halal adalah Syarat Diterimanya Doa





Abu hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda,
Sesungguhnya Allah Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Dia
memerintahkan orang-orang mukmin sama seperti yang diperintahkan kepada para Rasul. Dia berfirman, ‘Hai para Rasul
, makanlah makanan yang baik, dan kerjakanlah amal shalih.’ (Al-Mukminun: 51) Dia juga berfirman, ‘Hai orang-orang yang beriman makanlah makanan yang baik yang kami berikan kepada kalian
.’(Al-Baqarah: 172). Lalu Rasulullah bercerita tentang seorang laki-laki yang menempuh perjalanan

jauh, hingga rambutnya kusut dan kotor. Ia menadahkan kedua tangannya ke langit (seraya berdoa) , ‘Ya Rabb, ya Rabb,’ sedangkan makanannya haram, minumannya haram , pakaiannya haram dan ia kenyang dengan barang haram. Bagaimana mungkin doanya dikabulkan?.” (h.r. Muslim)

MARAJI’UL HADITS (REFERENSI HADITS)
1. Shahih Muslim: Kitabuz Zakat, Bab Qobulis Shodaqoh. .. Hadits nomor 1015.
2. Sunan At-Tirmidzi: Kitabut Tafsir, Bab Wa Mm Surati Al-B
aqarah. Hadits nomor 2992.
AHAMMIYATUL HADITS (URGENSI HADITS)
Hadits ini rnerupakan dasar dan berbagai hukum Islam. Juga merupakan inti dalam hal yang berkaitan dengan memakan yang halal dan menjauhi yang haram. Dengan hadits ini akan didapatkan manfaat yang luas dalam masyarakat. Karena jika masyarakat senantiasa membiasakan mengkonsumsi yang halal, maka akan tercipta kasih sayang, tidak ada dendam, iri, saling tipu, atau bahkan mencuri. Sehingga masyarakat hidup dalam situasi yang aman dan sentosa.


MUFRADATUL HADITS (ARTI KATA)

FIQHUL HADITS (KANDUNGAN HADITS)

1. Yang baik dan diterima.
Sabda Nabi di atas mencakup perbuatan, harta benda, ucapan, dan keyakinan. Allah swt. tidak akan menerima amalan kecuali amalan tersebut baik, bersih dan segala noda, seperti riya’ dan
ujub.
Allah tidak akan menerima harta benda yang diinfakkan, disedekahkan atau dizakatkan kecuali yang baik dan halal. Karenanya, Rasulullah saw. selalu mendorong agar seorang muslim bersedekah dengan harta hasil usahanya yang halal dan baik. Demikian juga ucapan, tidak akan diterima Allah swt. kecuali ucapan yang baik. Allah swt. berfirman, “Kepada-Nyalah naik (diterinia) perkataanperkataan baik, dan anial yang shalih dinaikkan-Nya” (Faathir: 10). Allah swt. juga membagi ucapan ke dalam dua bagian, baik dan buruk, “Allah mencontohkan ucapan yang baik, seperti pohon yang balk” (Ibrahim: 24) “Dan ucapan yang buruk seperti pohon yang buruk.” (Ibrahim: 26).
Siapa pun tidak akan selamat di sisi Allah, kecuali mereka yang berlaku baik. Allah swt. berfirman,
“(yaitu) orang-orang yang diwafatkan oleh nialaikat dalam keadaan baik” (An-Nami: 32) Malaikat mendatangi mereka seraya berkata, “Kesejahteraan bagi kalian. Kalian telah berlaku baik, maka masuklah ke dalam syurga untuk selamalamanya.” (Az-Zumar: 73).
Dalam mengomentari kalimat
la yaqbalu illa thayyiban ‘tidak diterima kecuali baik’, Ibnu Rajab berkata, “Seorang mukmin adalah orang yang baik secara keseluruhan, hati, lisan dan seluruh anggota tubuhnya. Karena dalam hatinya terdapat keimanan, keimanan tersebut akan terurai melalui bibirnya dengan zikir, melalui anggota badannya dalam bentuk amal-amal shalih dan inilah buah dan iman.”
2. Bagaimana agar amal menjadi baik dan diterima.
Unsur terpenting yang menjadikan perbuatan seorang muslim baik dan diterima, adalah makanan yang baik dan halal. Dalam hadits di atas merupakan isyarat yang jelas bahwa satu perbuatan tidak akan diterima kecuali dengan mengkonsumsi yang halal. Karena makanan yang haram dapat merusak amalan dan menjadikannya tidak diterima. Ini
didasari oleh lanjutan hadits yang menyatakan bahwa perintah tersebut sama, antara orang-orang mukmin dan para Rasul. Allah swt. berfirman, “Wahai para Rasul makanlah makanan yang baik dan beramal shalihlah” Allah juga berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, makanlah makanan yang baik dan apa yang Kami berikan kepada kalian.” Artinya, bahwa para Rasul dan umatnya diperintahkan untuk memakan makanan yang baik (halal) dan beramal shalih. Karena makanan yang baik (halal) akan membuahkan amalan yang shalih. Sedangkan jika yang dimakan adalah makanan yang haram, maka amal perbuatan tidak akan diterima.6 At-Thabrani meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas ra. berkata, “Saya membaca ayat, “Wahai sekalian nianusia, niakanlah apa-apa yang ada di bumi, yang Fialal dan baik” (Al-Baqarah: 168) di sisi Rasulullah. Lalu Sa’ad bin Abi Waqash berkata, “Wahai Rasulullah, mohonkan kepada Allah agar doaku mustajab (dikabulkan).” Nabi berkata, “Wahai Sa’ad, baikkanlah makananmu (pilihlah yang halal), niscaya doamu mustajab. Demi Dzat yang jiwaku ditangan-Nya, sesungguhnya orang yang di rongganya terdapat satu genggam barang haram, tidak akan diterima amalnya selama empat puluh han. Dan barangsiapa yang daging tubuhnya tumbuh dan barang haram, maka nerakalah tempat paling layak baginya.” Riwayat lain menyebutkan bahwa Nabi saw. bersabda, “Allah tidak akan menerima shalat seseorang yang di rongga terdapat barang haram.”
3. Tidak diterimanya sebuah amalan.
Maksud dan “tidak diterima” yang terdapat pada sebagian hadits Nabi saw. adalah tidak sah. Seperti hadits “Allah tidak menerima shalat seorang diantara kamu jika berhadats, sehingga ia berwudhu.” Pada sebagian hadits, berarti tidak sempurna, yakni tidak mendapatkan pahala. Seperti hadits “Wanita yang dimarahi suami, orang yang menemui dukun, dan orang yang meminum khamer, tidak diterima shalatnya selama empat puluh han.” “Allah tidak menerima kecuali yang baik.” “Orang yang shalat dengan mengenakan baju yang dibeli dengan uang yang tercampur dengan yang haram,niscaya shalatnya tidak diterima.” Maksudnya, kewaj iban telah ia lakukan, namun tidak berpahala.
Untuk membedakan antara dua maksud di atas, hams didukung dengan dalil-dalil penunjang.

4. Membersihkan harta dari harang haram.
Jika seseorang memiliki harta yang haram, maka ia wajib membersihkannya. Yaitu dengan cara menshadaqahkannya, dan pahalanya bagi pemilik harta.
‘Atha’ bin Rabah berpendapat, harta tersebut dishadaqahkan dan tidak berpahala.
Imam Syafi’i berpendapat, harta tersebut disimpan hingga diketahui perniliknya.
Fudhail bin Iyadh berpendapat, harta tersebut dimusnahkan. Karena tidak diperbolehkan bershadaqah dengan sesuatu yang tidak baik. lbnu Rajah berkata, “Pendapat yang benar adalah dengan menshadaqahkannya, karena memusnahkan harta adalah tindakan yang dilarang. Menyimpannya hingga diketahui pemiliknya, juga rentan rusak atau dicuri orang. Jadi, sebaiknya dishadaqahkan, dan pahalanya untuk si pemilik harta tersebut.

5. Sebab dikabulkannya doa.
a. Perjalanan jauh.
Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Ada tiga doa yang pasti dikabulkan: Doa orang yang dizalimi, doa musafir dan doa orang tua terhadap anaknya.” (h.r. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).
Perjalanan jauh menjadi sebab dikabulkannya doa karena beban yang dirasakan sangat berat. Semakin lama suatu perjalanan, doa akan semakin dikabulkan.
b. Baju yang kusut dan kondisi tubuh yang sangat lelah
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa orang yang kondisinya seperti ini (karena lelah ataupun kemiskinan) andai ia berdoa tentulah Allah akan mengabulkan.
Diriwayatkan pula bahwa ketika melakukan shalat Istisqa’, Rasulullah saw. menggunakan pakaian yang lusuh dan bersikap rendah hati.
c. Menengadahkan kedua tangan.
Di samping penyebab dikabulkannya doa, mengangkat tangan juga merupakan adab dalam berdoa. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah itu Pemalu dan Pemurah. Ia malu untuk tidak mengabulkan permohonan hamba-Nya yang mengangkat kedua tangannya dalam berdoa.” (h.r. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi)
Ketika shalat Istisqa’, Rasulullah saw. juga mengangkat kedua tangannya hingga tampak ketiaknya yang putih. Juga ketika beliau berdoa meminta kemenangan atas orang-orang rnusyrik pada saat perang Badar, hingga sorbannya terjatuh.
d. Betul-betul berharap kepada Allah.
Ini merupakan penyebab terbesar dikabulkannya doa. Pengharapan yang besar tersebut diwujudkan dengan mengulangi penyebutan Ruhuhiyah Allah swt. Al-Bazzar rneriwayatkan dari Aisyah ra. bahwa Rasulullah saw. bersahda, “Jika seorang hamba berkata, “Ya Rabb. empat kali. Niscaya Allah berfirman, “Kupenuhi panggilanmu, wahai hambaku. Mintalah niscaya akan Aku beri.”
6. Penghalang doa.
Dalarn hadits diatas disebutkan bahwa yang menyehabkan doa tidak dikabulkan adalah selalu menggunakan barang haram, baik makanan, minuman, maupun pakaiannya.
7. Doa adalah inti dan ibadah.
Karena, seseorang berdoa kepada Allah swt. manakala tidak ada lagi yang bisa diharapkan kecuali Dia. Ini adalah esensi tauhid dan inti dari keikhlasan.
8. Hadits ini mendorong kita untuk berinfak dengan harta yang halal, dan melarang untuk berinfaq dengan harta yang tidak halal.
9. Barangsiapa yang menghendaki doanya dikabulkan maka hanus senantiasa memperhatikan yang halal, baik makanan maupun pakaiannya.
10. Allah akan menenima dan memberkahi infak dari harta yang baik.

Tidak ada komentar: